Tampilkan postingan dengan label pantai. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label pantai. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 03 November 2018


Sangat menyenangkan untuk bertualangan dan mengeksplor tempat baru. Apalagi saat tempat itu masih jarang dikunjungi oleh wisatawan. Kali ini, saya ingin mengeksplor tempat baru di Kei, Maluku.

Dermaga Menuju Danau Air Asin, Kei
Danau Air Asin adalah danau di tengah pulau yang masih "perawan". Untuk menuju ke sana, kita dapat menggunakan boat dan memasuki Perairan Pantai Baer di Kepulauan Kei, merapat di pinggiran dermaga, dan berjalan kaki masuk ke dalam. Medannya tidak berat, tetapi alangkah baiknya menggunakan alas kaki karena pulau ini merupakan pulau karang agar kaki kita tetap aman.

Medan yang Harus Dilewati ke Danau Air Asin
Kurang lebih 15 menit berjalan melewati pepohonan dan semak, kita akan menemukan danau ini. Laguna dengan air berwarna biru bening. Akan nampak karang di dasarnya dan ikan besar yang berenang bebas. Tampak pinggiran dari kayu yang bisa digunakan untuk melompat ke danau. Tak lengkap rasanya kalau belum merasakan airnya yang segar dan dingin.

Danau Air Asin, Kei Kecil, Maluku
Pinggiran Kayu untuk Melompat ke Danau Air Asin
Nama Danau Air Asin merupakan pemberian masyarakat setempat karena berbentuk seperti danau dan airnya asin.

Menikmati Sejuknya Danau Air Asin Kei
Waktu sudah mendekati makan siang, berarti saatnya saya harus beranjak dari pulau ini. Ketika air telah surut, kapal kami tidak akan bisa keluar dari perairan ini karena akan tersangkut karang di dasarnya.


Cukup menyenangkan mengeksplor wisata baru di Kei!



Senin, 30 Juli 2018


Bicara tentang pulau di Indonesia memang tidak pernah habisnya. Perjalanan kali ini, saya ingin bermain di Pantai Liang Kareta. Liang Kareta merupakan salah satu pantai di Kepulauan Selayar, tepatnya di bagian barat Pulau Gusung, Sulawesi. Kepulauan Selayar terdiri dari ratusan pulau besar dan kecil, yang terbesar adalah Pulau Selayar. Pulau Gusung merupakan salah satu pulau terdekatnya.

Dari Jakarta saya harus menuju Bandar Udara Hassanudin di Makassar selama 1,5 jam. Kemudian menggunakan pesawat baling-baling selama 30 menit kita menuju Bandar Udara H Aroenppala di Pulau Selayar. Dari bandara kita akan menuju Pelabuhan Padang menggunakan mobil selama 15 menit karena jaraknya yang relatif dekat.


Sesampainya di Pelabuhan Padang, saya sudah disambut dengan joloro atau kapal sampan motor kecil untuk 6-8 orang. Kapal tersebut tanpa terlalu lama menunggu langsung membawa saya ke Pantai Liang Kareta. Perjalanan laut tersebut hanya 30 menit tetapi saya sudah tidak sabar untuk segera sampai.



Pantai indah berpasir putih dengan laut yang berwarna biru kehijauan menyambut saya saat kapal merapat. Pantai yang terbentang 300 meter berasa milik pribadi karena sepinya, hanya suara ombak yang terdengar.

Di pantai ini, selain puas berjemur sembari menikmati pemandangan, kita juga bisa snorkling dan berenang. Banyak ikan yang berhilir mudik, tetapi apabila ingin melihat koral, kita harus berenang agak di tengah laut. 





Di pulau ini, kita bisa menaiki tangga sederhana untuk memandang pantai dari atas. Apabila membawa hammock, kita bisa memasangnya di bawah rimbunnya pohon.



Saat pukul 12, kami membuka bekal kami. Nasi santan dengan ikan goreng sungguh nikmat. Ditutup dengan segarnya buah semangka sembari menikmati semilir angin. Setelah makan siang, matahari sudah mulai terik dan itu tandanya saya harus kembali ke Pulau Selayar.















Senin, 25 Juni 2018



Ada yang tahu atau mungkin pernah dengar tentang Takabonerate? Seminggu sebelum saya pergi di Agustus 2017, baru saya tahu ada pulau di Indonesia bernama Takabonerate. Ternyata Takabonerate adalah salah satu taman nasional di Indonesia sekaligus merupakan kawasan atol terbesar ketiga di dunia. Nama Takabonerate diambil dari kata Taka yang berarti batu atau karang dan Bone yang berarti seperti pasir, dan Rate yang artinya di atas. Yak, pulau-pulau yang terletak di Kecamatan Takabonerate, Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan ini terbentuk dari karang.

Untuk mencapai Takabonerate dari Jakarta, cukup jauh dan melelahkan. Dari Jakarta menuju Bandar Udara Hasanuddin di Makassar ditempuh dengan pesawat selama dua jam. Kemudian dari Makassar menuju Bandar Udara Aroeppala di Kepulauan Selayar ditempuh kembali menggunakan pesawat selama 45 menit. Dari bandar udara, kami menempuh perjalanan darat menggunakan mobil ke Pelabuhan Bantaeng sekitar 1,5jam. Selanjutnya, perjalanan dilanjutkan menggunakan kapal kayu bermotor ke Pulau Tinabo selama 6 jam. Apabila kalian ingin berhemat dan memiliki lebih banyak waktu, dari Makassar dapat menggunakan jalur darat ke Bulukumba selama 5 jam, kemudian berganti dengan kapal motor ke Kepulauan Selayar selama 2 jam.

Banyak Orang Berselfie di Penanda Bandar Udara H Aroenppala Selayar
Saat itu sore hari kami tiba di pelabuhan. Sauh kapal telah dinaikan dan saya bisa duduk santai sembari membaca buku di dek atas kapal. Seiring tenggelamnya matahari, ternyata tenangnya laut selama 30 menit menghilang juga. Ombak cukup tinggi dan kami harus berpegangan pada tiang agar tidak terlempar ke laut. Nahkota telah memberi aba-aba bahwa perjalanan berat ini akan berlangsung selama 5 jam. Hanya 30 menit kami bertahan sembari berpegangan di dek kapal, kami menyerah dan turun ke lambung kapal. Memang akan lebih terasa mual, tetapi tangan ini tidak kuat berpegangan erat lebih lama lagi.

Kapal Kayu Bermotor saat Bersandar di Pelabuhan

Asiknya Membaca Buku di Atas Dek Kapal
Musim terbaik untuk mengunjungi Takabonerate adalah April - Juni dan Oktober - Desember. Ombak di musim tersebut paling tenang. Di bulan tertentu, tidak ada yang berani menuju Takabonerate karena tingginya ombak. Untung saja nahkoda kapal kami sangat ahli dan kapal yang digunakan adalah yang terbesar di Takabonerate, sehingga kami bisa meneruskan perjalanan di tengah tingginya ombak. 

Saat memasuki Pulau Rajuni, pulau terluar di Kawasan Taka Bonerate, ombak menjadi tenang. Jam 1 dini hari kami merapat di Pulau Tinabo dan disambut dengan pulau yang gelap gulita karena tidak adanya listrik. Ini tandanya kami harus tidur dan mengisi energi yang terkuras. Kami tidur di penginapan yang dimiliki oleh balai konservasi Taman Nasional Takabonerate.

Pukul 7 pagi, begitu saya bangun, pemandu kami mengajak ke pantai yang tepat berada di depan kamar. Pantai pasir putihnya sangat indah, tetapi bukan itu yang membuat saya sangat girang saat menuju laut. Berbelas atau mungkin puluhan anak hiu menyambut dan mulai berenang memutari saya. Iya, anak hiu. Penjaga kawasan memberikan saya ember berisi potongan ikan untuk memberi makan hiu sekaligus membuat mereka tertarik untuk datang. Tenang saja, hiu tidak akan menggigit, asal jari tangan kita yang terkena amisnya ikan tidak dimasukan ke air laut. Letihnya perjalanan ke sini langsung hilang seketika.

Bermain dengan Anak Hiu
Setelah puas bermain dengan anak hiu dan sarapan, saya bergegas bersiap untuk melihat keindahan bawah lautnya. Spot pertama adalah koral dengan ikannya yang berwarna-warni. Bawah lautnya sangat cantik, apalagi ini merupakan wall, sehingga di satu sisi lautnya berwarna gelap karena dalamnya laut. Mungkin lebih indah apabila saya bisa melihatnya dengan scuba dive atau diving karena biasanya koral di patahan bawah laut lebih hidup dan berwarna-warni. Spot kedua adalah kebun kima. Pengelola kawasan mulai menanam kima di spot ini, sekaligus untuk konservasi.




Waktu sudah menunjukan pukul 1 siang, saatnya kembali ke Pulau Tinabo. Dalam perjalanan, kami sempat membuat kopi panas. Menikmati kopi panas, sembari menikmati pemandangan laut dan Kepulauan Taka Bonerate sungguh pasangan yang sempurna.


Sesampainya di Pulau Tinabo, kami sempat berfoto dengan latar belakang Pulau Tinabo dan bermain di gusung pasir yang terletak di sisi kiri pulau. Balai pun menyediakan hammock untuk kita bersantai, sayang sekali kami harus berberes untuk kembali ke Pulau Selayar.




Saat kembali ke Pulau Selayar, kami menjemput nahkoda hebat kami dahulu di Pulau Rajuni. Sembari menunggu nahkoda kami bersiap, saya sempat melihat anak suku bajo yang sedang bermain air di dekat kapal. Masih kecil saja, mereka sudah sangat pandai berenang dan menyelam, bahkan ada beberapa di antaranya yang tanpa menggunakan alat pernapasan. Andai saja beberapa menjadi atlet renang atau menyelam, bisa jadi mereka menjadi juara. Lambaian tangan dan tawa anak suku bajo saat kita menjauhi pulau merupakan suntikan semangat kami untuk mengarungi 5 jam perjalanan kembali ke Kepulauan Selayar.



Follow Us @adjeng_praja