Senin, 25 Juni 2018



Ada yang tahu atau mungkin pernah dengar tentang Takabonerate? Seminggu sebelum saya pergi di Agustus 2017, baru saya tahu ada pulau di Indonesia bernama Takabonerate. Ternyata Takabonerate adalah salah satu taman nasional di Indonesia sekaligus merupakan kawasan atol terbesar ketiga di dunia. Nama Takabonerate diambil dari kata Taka yang berarti batu atau karang dan Bone yang berarti seperti pasir, dan Rate yang artinya di atas. Yak, pulau-pulau yang terletak di Kecamatan Takabonerate, Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan ini terbentuk dari karang.

Untuk mencapai Takabonerate dari Jakarta, cukup jauh dan melelahkan. Dari Jakarta menuju Bandar Udara Hasanuddin di Makassar ditempuh dengan pesawat selama dua jam. Kemudian dari Makassar menuju Bandar Udara Aroeppala di Kepulauan Selayar ditempuh kembali menggunakan pesawat selama 45 menit. Dari bandar udara, kami menempuh perjalanan darat menggunakan mobil ke Pelabuhan Bantaeng sekitar 1,5jam. Selanjutnya, perjalanan dilanjutkan menggunakan kapal kayu bermotor ke Pulau Tinabo selama 6 jam. Apabila kalian ingin berhemat dan memiliki lebih banyak waktu, dari Makassar dapat menggunakan jalur darat ke Bulukumba selama 5 jam, kemudian berganti dengan kapal motor ke Kepulauan Selayar selama 2 jam.

Banyak Orang Berselfie di Penanda Bandar Udara H Aroenppala Selayar
Saat itu sore hari kami tiba di pelabuhan. Sauh kapal telah dinaikan dan saya bisa duduk santai sembari membaca buku di dek atas kapal. Seiring tenggelamnya matahari, ternyata tenangnya laut selama 30 menit menghilang juga. Ombak cukup tinggi dan kami harus berpegangan pada tiang agar tidak terlempar ke laut. Nahkota telah memberi aba-aba bahwa perjalanan berat ini akan berlangsung selama 5 jam. Hanya 30 menit kami bertahan sembari berpegangan di dek kapal, kami menyerah dan turun ke lambung kapal. Memang akan lebih terasa mual, tetapi tangan ini tidak kuat berpegangan erat lebih lama lagi.

Kapal Kayu Bermotor saat Bersandar di Pelabuhan

Asiknya Membaca Buku di Atas Dek Kapal
Musim terbaik untuk mengunjungi Takabonerate adalah April - Juni dan Oktober - Desember. Ombak di musim tersebut paling tenang. Di bulan tertentu, tidak ada yang berani menuju Takabonerate karena tingginya ombak. Untung saja nahkoda kapal kami sangat ahli dan kapal yang digunakan adalah yang terbesar di Takabonerate, sehingga kami bisa meneruskan perjalanan di tengah tingginya ombak. 

Saat memasuki Pulau Rajuni, pulau terluar di Kawasan Taka Bonerate, ombak menjadi tenang. Jam 1 dini hari kami merapat di Pulau Tinabo dan disambut dengan pulau yang gelap gulita karena tidak adanya listrik. Ini tandanya kami harus tidur dan mengisi energi yang terkuras. Kami tidur di penginapan yang dimiliki oleh balai konservasi Taman Nasional Takabonerate.

Pukul 7 pagi, begitu saya bangun, pemandu kami mengajak ke pantai yang tepat berada di depan kamar. Pantai pasir putihnya sangat indah, tetapi bukan itu yang membuat saya sangat girang saat menuju laut. Berbelas atau mungkin puluhan anak hiu menyambut dan mulai berenang memutari saya. Iya, anak hiu. Penjaga kawasan memberikan saya ember berisi potongan ikan untuk memberi makan hiu sekaligus membuat mereka tertarik untuk datang. Tenang saja, hiu tidak akan menggigit, asal jari tangan kita yang terkena amisnya ikan tidak dimasukan ke air laut. Letihnya perjalanan ke sini langsung hilang seketika.

Bermain dengan Anak Hiu
Setelah puas bermain dengan anak hiu dan sarapan, saya bergegas bersiap untuk melihat keindahan bawah lautnya. Spot pertama adalah koral dengan ikannya yang berwarna-warni. Bawah lautnya sangat cantik, apalagi ini merupakan wall, sehingga di satu sisi lautnya berwarna gelap karena dalamnya laut. Mungkin lebih indah apabila saya bisa melihatnya dengan scuba dive atau diving karena biasanya koral di patahan bawah laut lebih hidup dan berwarna-warni. Spot kedua adalah kebun kima. Pengelola kawasan mulai menanam kima di spot ini, sekaligus untuk konservasi.




Waktu sudah menunjukan pukul 1 siang, saatnya kembali ke Pulau Tinabo. Dalam perjalanan, kami sempat membuat kopi panas. Menikmati kopi panas, sembari menikmati pemandangan laut dan Kepulauan Taka Bonerate sungguh pasangan yang sempurna.


Sesampainya di Pulau Tinabo, kami sempat berfoto dengan latar belakang Pulau Tinabo dan bermain di gusung pasir yang terletak di sisi kiri pulau. Balai pun menyediakan hammock untuk kita bersantai, sayang sekali kami harus berberes untuk kembali ke Pulau Selayar.




Saat kembali ke Pulau Selayar, kami menjemput nahkoda hebat kami dahulu di Pulau Rajuni. Sembari menunggu nahkoda kami bersiap, saya sempat melihat anak suku bajo yang sedang bermain air di dekat kapal. Masih kecil saja, mereka sudah sangat pandai berenang dan menyelam, bahkan ada beberapa di antaranya yang tanpa menggunakan alat pernapasan. Andai saja beberapa menjadi atlet renang atau menyelam, bisa jadi mereka menjadi juara. Lambaian tangan dan tawa anak suku bajo saat kita menjauhi pulau merupakan suntikan semangat kami untuk mengarungi 5 jam perjalanan kembali ke Kepulauan Selayar.



Senin, 21 Mei 2018



Pulau Jeju merupakan salah satu tujuan wisata yang paling terkenal di Korea, terutama karena keindahan alamnya. Keindahan pulau ini semakin berlipat saat musim semi. Bunga-bunga bermekaran di seluruh penjuru Pulau Jeju, termasuk sakura. Bunga yang berwarna pink keputihan ini sangat cantik, terutama saat berguguran di tiup angin. Sakura akan berbunga terlebih dahulu di Jeju dibandingkan daerah lain di Korea Selatan. Akhir Maret - awal April adalah waktu yang tepat untuk "berburu" sakura.

Pohon sakura dapat ditemui dengan sangat mudah di Pulau Jeju. Sejauh mata memandang saat kita melintasi jalan besar maupun taman di seluruh penjuru pulau dapat ditemukan pohon sakura. Bukan hanya di pinggir kota, tetapi juga di pusat kota Jeju.

Mau menikmati bunga sakura di Pulau Jeju tetapi tidak mau jauh-jauh dari pusat kota? Jeonnong-ro atau Jalan Jeonnong merupakan tempat yang tepat. Setiap tahun Festival Bunga Sakura atau Jeju Cherry Blossom Festival juga diadakan di tempat ini.


Jeonnong-ro dapat ditempuh menggunakan taxi atau bus. Saya lebih menyarankan taxi karena jarak tempuhnya hanya 10 menit dari bandara dengan harga tidak lebih dari 5000 won. Bus di Jeju tidak sesering di Seoul, sehingga waktu menunggunya cukup lama. Jeju Jungang Girls Middle School adalah pemberhentian bis terdekat dengan jalan ini.


Jalan ini merupakan jalan umum biasa, tetapi yang membedakan adalah di kanan kiri jalan berderet pohon sakura. Kelopak yang jatuh ditiup angin membuat jalanan tertutup kelopak bunga pink. Lampion tradisional Korea sutera berwarna merah biru dipasang di pohon menambah meriah suasana. Saat malam hari, bunga sakura pink dan lampion yang menyala sangat menarik.


Walaupun ini jalanan umum, tetapi tidak terlalu ramai, bahkan cenderung sepi. Kita bisa tenang menyusuri trotoar sembari berfoto di bawah pohon sakura atau tembok yang dihiasi mural. Apabila lelah, kita bisa beristirahat di bangku taman atau di depan minimarket sembari menikmati susu pisang.





Jumat, 11 Mei 2018


"Memang sakura ada di Korea?" Itu pertanyaan yang muncul saat teman mengajak ke Korea Selatan untuk melihat sakura. Ternyata setelah membuka mbah google, benar juga, sakura selain dapat ditemui Jepang, juga dapat ditemui di Taiwan, China, Iran, Afghanistan, termasuk Korea.

Spring atau musim semi di negara 4 musim, termasuk di Korea adalah waktu bunga-bunga bermekaran. Salah satu best spring destination di Korea Selatan adalah Pulau Jeju. Sakura akan bermekaran lebih cepat di Pulau Jeju dibandingkan kota lain seperti Seoul dan Busan. Maka akhir Maret atau awal April adalah waktu yang tepat.

Salah satu yang paling ikonik di Pulau Jeju adalah sepanjang Noksan-ro atau Jalan Noksan. Menggunakan taxi, sekitar 1jam dari pusat kota kita menuju Noksan-ro. Sejam perjalanan tidak akan membosankan karena pemandangan hijau berhias warna-warni bunga di sisi kanan dan jalur pantai dibagian kiri. Termasuk sekumpulan kuda yang tengah merumput di perternakan.


Begitu memasuki Noksan-ro, saya langsung melongo karena sepanjang jalan terdapat sakura berwarna pink pucat berdampingan dengan bunga kanola dengan kelopak kuning. Tidak heran, jalan dengan panjang 10KM ini merupakan 100 jalan tercantik di Korea Selatan. Banyak orang, termasuk warga lokal, memarkirkan mobil di tepi jalan untuk sekedar berfoto.



Supir taxi membelokan kita ke Gasiri Wind Power Plant. Yes, ini adalah top list saya di liburan kali ini. Begitu supir memarkirkan mobil, langsung saya keluar dan sedikit berlari menuju hamparan bunga kanola berwarna kuning. Maafkan kalau norak, saya baru pertama kali melihat kanola sebanyak ini.




Saat berbunga, bunga kanola berwana kuning ini hanya sebatas betis, paling tinggi hanya sebahu. Berlatar belakang langit biru cerah, kincir pembangkit listrik berderet rapih, dan pohon sakura di kejauhan membuat kita tidak dapat berhenti untuk berfoto. Hasil fotonya saja memukau apalagi saat melihatnya langsung. Apabila kita hati-hati, dari jalan setapak kita bisa masuk di antara hamparan bunga yang tidak terlalu rapat.






Seperti hidden spot di Pulau jeju, tempat ini tidak komersial. Jadi tidak ada toilet, tempat parkir, dan restaurant. Hanya ada beberapa food truck yang menjual makanan dan jeruk.

Setelah puas berfoto, kita dapat duduk sambari menikmati jeruk segar. Manisnya rasa jeruk sembari menikmati hamparan bunga kanola kuning dilatarbelakangi pohon sakura yang bunganya berayun ditiup angin. Yes, this is one unforgettable in my life.


Tiket masuk: - (free).
Waktu paling tepat untuk berkunjung: akhir Maret - awal April.



Follow Us @adjeng_praja